Pendahuluan
Kita mungkin sudah sering mendengar istilah era revolusi industri 4.0 dimana disrupsi dan digitalisasi[2] terjadi secara masif akibat pemanfaatan teknologi informasi di berbagai bidang. Belum selesai dengan istilah itu, kini kita sudah dikenalkan dengan era baru yaitu Society 5.0. Mau tidak mau, kita harus belajar dan memahami perubahan yang begitu cepat ini, agar dapat memahami peluang dan tantangan yang akan kita hadapi di masa depan.
Era revolusi industri 4.0 didasari pada kebutuhan akan efisiensi bisnis proses dan kecepatan informasi dalam rangka mencapai competitive advantage, dengan cara memanfaatkan sumber daya teknologi digital dan internet yang ada. Schlechtendahl dan kawan-kawan (2015) menekankan bahwa Revolusi Industri 4.0 lebih mengutamakan unsur kecepatan dari tersedianya suatu informasi, dimana seluruh entitas suatu lingkungan industri senantiasa terhubung & bisa berbagi informasi satu sama lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat 10 (sepuluh) jenis teknologi pendukung Revolusi Industri 4.0, antara lain:
- Internet of Things (IoT) / Internet untuk Segala
- Komputasi Awan (Cloud Computing)
- Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)
- Big Data (Maha Data)
- Augmented Reality (AR) / Realita Tertambah
- Integrasi Sistem (System Integration)
- Cyber Security (Keamanan Siber)
- Simulasi (Simulation)
- Robot Otonom (Autonomous Robot)
- 3D Printing / Additive Manufacturing
Lalu, bagaimana dengan era Society 5.0? Pengembangan yang terjadi dalam era Society 5.0 ini merupakan penyempurnaan dari era revolusi industri 4.0 yang secara garis besar lebih mengutamakan kebermanfaatan kemajuan teknologi untuk mendukung keberlangsungan kehidupan manusia. Jika pada revolusi industri 4.0 seluruh sumber daya difokuskan untuk men-“digitalisasi” proses bisnis bahkan seringkali mengesampingkan kondisi kehidupan manusia, maka Society 5.0 ingin mengembalikan makna sesungguhnya kemajuan teknologi yaitu bahwa yang menjadi tujuan akhirnya adalah kesejahteraaan manusianya itu sendiri. Sangat tidak masuk akal apabila demi memajukan teknologi, kehidupan manusia malah semakin terpuruk. Dalam konteks perusahaan, transformasi digital[3] yang dilakukan tidak boleh malah membuat kehidupan manusia terganggu bahkan terabaikan. Kemajuan teknologi harus dikembalikan ke manusia sebagai penerima manfaat terbesar.
Indonesia harus siap menghadapi perubahan menjadi Society 5.0, dimana dalam praktiknya sejumlah besar informasi yang didapat dari sensor fisik diakumulasikan ke dalam sistem atau database (cyberspace). Dalam cyberspace, big data dianalisis oleh Artificial Intelligence (AI), dan hasilnya akan dikembalikan ke wilayah fisik untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.
Peluang dan Tantangan
Berdasarkan sebuah survey, sebanyak 57% persen perusahaan di dunia sedang bertransformasi menuju digital (digitisasi[1] dan digitalisasi[2]). Namun dari jumlah sebanyak itu, sekitar sepertiganya mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut terutama disebabkan belum dipahaminya proses transformasi digital sepenuhnya. Sebab ini bukan hanya soal bagaimana membuat versi digital dari sebuah produk fisiknya, namun juga melingkupi perubahan perilaku konsumen, karyawan dan berbagai aspek budaya lainnya.
Tantangan yang akan dihadapi atas Revolusi Industri 4.0 bahwa secara global perubahan ini akan menghilangkan sekitar 1 – 1,5 miliar pekerjaan sepanjang tahun 2015-2025 karena digantikannya posisi manusia dengan mesin otomatis (Gerd Leonhard, Futurist). Diestimasi bahwa di masa depan, 65% murid sekolah dasar di dunia akan bekerja pada pekerjaan yang belum pernah ada di saat ini (U.S. Department of Labor Report).
Dari tantangan tersebut, tercipta juga peluang yang dapat mengimbangi bahkan memperbaiki kondisi stagnan jika transformasi digital tidak dilakukan, antara lain:
- Potensi peningkatan net tenaga kerja hingga 2,1 juta pekerjaan baru pada tahun 2025 dikarenakan munculnya jenis-jenis pekerjaan baru yang membutuhkan keahlian khusus akibat adanya transformasi digital.
- Potensi pengurangan emisi karbon kira-kira 26 miliar metrik ton dari tiga industri: elektronika (15,8 miliar), logistik (9,9 miliar) dan otomotif (540 miliar) dari tahun 2015-2025 (World Economic Forum).
Efisiensi bisnis proses dan penciptaan value added yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat / manusia, menjadi kata kunci utama yang dipegang untuk mencapai keberhasilan transformasi dalam era society 5.0.
Perekonomian Indonesia pada Era Society 5.0 serta Peran Intelijen Keuangan dan Ekonomi
Kemajuan teknologi dan transformasi digital yang akan mengubah proses bisnis dalam dunia industri dan kegiatan bernegara, perlu dipandang dari helicopter view yang lebih luas yaitu bermuara pada aspek keuangan dan ekonomi suatu negara. Secara sederhana kita perlu mengetahui sejauh mana Ekonomi Digital berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia secara umum. Terdapat konsep pentahelix yang menggambarkan bagaimana peran masing-masing pihak dalam mencapai keberhasilan Indonesia dalam memasuki era Society 5.0. Kelima peran tersebut antara lain Pemerintah, Komunitas, Akademisi, Pengusaha, serta Media.
Proses untuk mencapai hal itu tentu tidaklah mudah. Ketahanan aspek keuangan dan ekonomi Indonesia, merupakan agregasi dari kondisi real yang ada pada lingkup pemerintahan serta kegiatan usaha di daerah serta dalam lingkup hubungan antar negara.
Jika melihat kondisi perang Rusia dan Ukraina saat ini serta dampaknya terhadap ekonomi dunia, kita dapat belajar bahwa keamanan ekonomi (economic security) menjadi tulang punggung keberlangsungan suatu negara, dalam arti keamanan nasional cenderung dilihat dari aspek kekuatan ekonominya, bukan dari kapabilitas militer dan persenjataannya (Dr. Noviardi Ferzi). Perlu dipahami, sejak berakhirnya perang dingin, pola untuk menguasai suatu negara berdaulat tidak lagi dilakukan secara frontal, tetapi dengan cara nonlinear, tidak langsung, dan bersifat Proxy War. Chris Loveman (2002) mendefinisikan Proxy War sebagai konfrontasi suatu negara terhadap negara lain yang berdaulat dengan menggunakan pihak ketiga. Adapun lanjutnya, ciri khas dari Proxy War adalah sifatnya yang kompleks dan multidimensional, serta sulitnya untuk mendeteksi aktor-aktor yang terlibat dengan munculnya non-state actor atau dalang yang tidak berafiliasi dengan negara manapun.
Proxy War seringkali menggunakan senjata yang berupa isu ketimpangan pembangunan, demokratisasi, ketidakadilan ekonomi, radikalisasi agama, terorisme, separatisme, kemajemukan masyarakat, serta maraknya korupsi, yang kesemuanya dapat bereskalasi menjadi ancaman keamanan nasional bagi suatu negara yang berdaulat.
Di sinilah diperlukan peran aktif intelijen keuangan dan ekonomi dengan tugas dan tanggungjawab yang dapat memposisikan kondisi ekonomi Indonesia saat ini melalui analisis data yang mendalam, serta merumuskan langkah yang perlu diambil dalam menghadapi pergolakan ekonomi yang sedang berlangsung. Sama halnya dengan tugas intelijen pada umumnya, intelijen ekonomi juga harus menganalisa, mencari, dan mengumpulkan informasi, memandang suatu masalah ekonomi dari berbagai sudut pandang serta memberikan suatu early warning dan early detection berlandaskan data sebagai basis pengambilan keputusan strategis pemerintahan bidang ekonomi.
Dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi, maka tugas dan fungsi intelijen ekonomi akan semakin baik sehingga diharapkan semakin terlihat dampaknya, sejalan dengan filosofi intelijen yaitu senyap, cepat dan tepat (Velox et Exactus).
Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa lembaga negara yang khusus dibentuk dengan tugas dan fungsi utama melakukan aktivitas intelijen khususnya bidang ekonomi. Namun, penting yang perlu digarisbawahi bahwa untuk mendapatkan informasi yang cukup, para pengampu tugas tersebut tidak dapat bekerja sendiri, sehingga memerlukan perpanjangan tangan dan kerjasama dengan berbagai pihak agar pengambilan keputusan dapat dilakukan berdasarkan identifikasi dan analisis yang mendalam serta menyeluruh.
Sebagai contoh fungsi intelijen ekonomi dalam perpajakan, peran intelijen pajak sesuai dengan fungsinya yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Dari sisi penyelidikan peran intelijen pajak adalah memberikan analisis data sebagai trigger dimulainya tindakan penegakan hukum pajak atau tax law enforcement. Dari fungsi pengamanan intelijen perpajakan berperan dalam usaha menciptakan keamanan untuk kantor, berkas Wajib Pajak, dan personil/pegawai pajak. Dari fungsi penggalangan, intelijen pajak berperan aktif dalam usaha untuk membuka jalan terciptanya perjanjian kerja sama dengan pihak eksternal yang dianggap dapat membantu tupoksi dirjen perpajakan (Dr. Noviardi Ferzi).
Dengan membangun pola kerja yang terintegrasi serta kolaborasi ini, diharapkan peran intelijen keuangan dan ekonomi menjadi semakin penting sebagai bentuk pertahanan negara dari serangan-serangan yang bersifat geo-ekonomi, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dengan memberikan analisis serta mitigasi yang tepat bagi para pengambil kebijakan di Indonesia. Semua upaya tersebut tentunya dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Istilah Penting
1. Digitisasi (Digitization)
Adalah proses konversi dari analog ke digital. Digitisasi fokus pada pengoptimalan proses internal, seperti otomatisasi kerja, meminimalisir penggunaan kertas, dan lain sebagainya. Tujuannya tidak lain untuk mengurangi biaya.
Digitisasi juga bisa dibilang sebagai pendigitalan hal yang dulunya analog menjadi digital. Seperti, dokumen-dokumen tertulis di kertas dijadikan dokumen elektronik seperti pdf, doc, atau format lainnya.
2. Digitalisasi (Digitalization)
Kamus istilah Gartner.com mendefinisikan digitalisasi sebagai penggunaan teknologi digital untuk mengubah sebuah model bisnis dan menyediakan pendapatan baru dan peluang-peluang nilai yang menghasilkan; ini adalah sebuah proses perpindahan ke bisnis digital.
3. Transformasi Digital (Digital Transformation)
Pengadopsian teknologi digital yang lebih luas lagi dan ada perubahan budaya didalamnya. Transformasi digital bisa dikatakan lebih fokus pada manusia dibandingkan teknologi digitalnya.
Proses transformasi digital mengubah konsep secara organisasi, menjadi lebih berpusat pada pelanggan, didukung dengan kepemimpinan, didorong adanya tantangan pada budaya perusahaan, serta pemanfaatan teknologi yang memberdayakan karyawan.
Referensi
https://jamberita.com/read/2022/02/17/5972202/intelijen-ekonomi/
https://smeru.or.id/sites/default/files/publication/rr_ecdi_id_0.pdf
http://www.lemhannas.go.id/images/Publikasi_Humas/Swantara/Swantara_17_Juni_2016.pdf
Mantap joss..
Terima kasih Pak Bayu sudah mampir, salam sukses selalu.
thanks for info
thanks for info.